BEKASI - Maraknya bangunan liar yang berdiri di sejumlah kawasan strategis Kota Bekasi, Jawa Barat, dinilai kalangan akademisi sebagai dampak dari lemahnya pengawasan Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi.
"Di Kota Bekasi saat ini ada dua kategori hunian ilegal yang marak berdiri, yakni pemukiman kumuh serta pemukiman liar," kata Dosen Fakultas Ilmu Politik Universitas Islam 45 Bekasi, Adi Susila di Bekasi, Rabu (23/11).
Yang dimaksud dengan pemukiman kumuh adalah bangunan yang belum tertata dengan baik oleh pemerintah daerah dari segi pemanfaatan ruang maupun kepemilikan izin bangunan.
"Pemukiman kumuh ini belum tentu seluruhnya mengantongi izin, bisa saja sebagian sudah ada izinnya dan sebagian lagi ilegal," ujarnya.
Sedangkan pemukiman liar, kata dia, biasanya berdiri di atas lahan milik negara atau sejumlah aset milik pemerintah daerah sehingga bisa dipastikan keberadaan mereka seluruhnya ilegal.
Data yang dilansir dari Dinas Tata Kota Bekasi menyebutkan, sepanjang 2016 di wilayah itu terdapat ribuan bangunan liar permanen dan nonpermanen yang telah ditertibkan di 51 titik kawasan.
Kawasan tersebut di antaranya Kelurahan Margajaya Kecamatan Bekasi Selatan, Kelurahan Pekayonjaya Bekasi Selatan, Kelurahan Harapanbaru, Kecamatan Bekasi Utara serta di Kelurahan Telukpucung, Kecamatan Bekasi Utara.
Menurutnya, kehadiran bangunan liar di kota besar di Indonesia seperti Kota Bekasi turut dipicu oleh pola pengawasan yang lemah dari pemerintah daerah sehingga banyak lahan yang peruntukannya bersifat umum dikuasai oleh oknum warga.
"Seharusnya pemerintah daerah tidak hanya melakukan inventarisasi aset, namun juga perlu diproses bukti kepemilikan yang sah seperti Hak Guna Bangunan (HGB) dan sertifikat lainnya. Lahan yang telah disterilkan dari bangunan liar juga perlu segara dimanfaatkan untuk kepentingan publik, seperti Jalan atau taman, sehingga tidak kembali dimanfaatkan oknum," katanya.
Adi juga mengingatkan pemerintah untuk melakukan langkah persuasif dalam kegiatan penertiban bangunan liar di kawasan setempat.
"Yang perlu diingatkan kepada pemerintah adalah perlunya landasan hukum untuk pemberian kompensasi bagi para korban penggusuran, sehingga bisa meminimalisasi dampak konflik," ujarnya. (SS)