Bea Cukai Butuh Direktorat Berantas Narkotika

1229







limitnews.netJAKARTA - Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea & Cukai (BC) atau DJBC membutuhkan seorang Direktur untuk dapat maksimalkan pemberantasan narkoba di wilayah kerjanya, mengingat kondisi Indonesia saat ini darurat narkoba.

Sementara saat ini jabatan bagian narkotika yang ada di Ditjen BC baru di duduki seorang Kepala Seksi (Kasi) Narkotika atau eselon IV, yang tingkat kewenangannya berkoordinasi kepada Kepala Subseksi (Kasubsi) Penindakan dan Penyidikan (P2) pada Direktorat P2 Direktorat Bea & Cukai.

Kebutuhan seorang direktur pada DJBC terungkap saat Humas BC mengadakan Media Brifing dengan Forum Wartawan Bea & Cukai (FORWABEAC) di Media Center, Gedung Papua Kantor Ditjen BC, Rawamangun, Jakarta Timur, Rabu (14/3/2018).

Kasi Humas Devid Silungkang didampingi Kasi Narkotika DJBC Junianto Kurniawan mengungkapkan sejumlah keberhasilan pencegahan masuknya narkotika ke wilayah Indonesia seperti yang terjadi baru baru ini penangkapan MV. Sunrise Glory dengan barang bukti 1 ton 371,5 kg, shabu-shabu.

Dikatakan, keberhasilan itu merupakan sinergi antar aparat Badan Narkotika Nasional (BNN) Kepolisian dan Angkatan Laut (AL).

Namun David menyayangkan sejumlah wartawan yang mempertanyakan kehadiran Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam jumpa pers penangkapan narkoba.

"Ada apa Menteri Keuangan hadir dalam press release narkotika? Apa kaitannya?," Itulah pertanyaan yang dilontarkan wartawan.

Kemudian Devid menjelaskan, Kementerian Keuangan membawahi sejumlah direktorat termasuk di dalamnya Direktorat Jenderal Bea & Cukai RI.

Kasi Narkotika Junianto Kurniawan mengatakan Seksi Narkotika sudah dibentuk sejak tahun 2007, dibawah Direktur Penindakan dan penyidikan (P2).

Menjawab pertanyaan wartawan terkait besarnya jumlah shabu-shabu yang masuk kewilayah Indonesia dan bagaimana upaya pencegahan yang dilakukan DJBC?

"Kita care terhadap narkoba. Oleh karena itu kita melakukan koordinasi dan bersinegi dengan instansi terkait. BNN, TNI-AL, TNI-AD, Kementerian Perhubungan dan Kepolisian RI. TNI-AL memiliki kapal besar. Polisi perairan memiliki kapal besar. Kementerian Perhubungan memiliki kapal besar. Kita sangat berharap dengan mereka," kata Junianto

Kelemahan di DJBC kata Junianto, terbatasnya Sumber Daya Manusia (SDM).

“SDM kita sangat terbatas dalam penangannan narkotika. Selain personilnya yang cukup terbatas juga kemampuan dalam menangani narkotika sangat sedikit. Sesuai dengan perkembangan zaman, DJBC mebutuhkan pimpinan yang khusus menangani narkotika setingkat eselon II, yang fungsinya memberikan asistensi ke wilayah-wilayah," ungkapnya.

Junianto menjelaskan tentang bahaya narkotika yang sudah sangat luas. Bahkan sudah sampai menyusup ke hampir seluruh sendi-sendi kehidupan masyarakat bahkan ke instansi pemerintahan.

Sesuai data tahun 2014, katanya tercatat 5 juta orang yang sudah ketergantungan sebagai penguna narkotika. Jadi, jika di-ibaratkan 1 gram/satu minggu/orang X 4minggu X 5 juta orang maka kebutuhan/bulannya mencapai 20 ton.

Bila dikalikanpertahun maka 12x20 maka kebutuhan 1 tahun adalah 240 ton. Jika dirupiahkan sesuai harga Bandar 600 juta/kgX1000 kg =Rp 600.000.000.000,00,- (enam ratus miliar) X 240 ton/tahun adalah Rp 144,000,000,000,000,00,-(seratus empatpuluh empat triliun) uang belanja narkotika pertahun.

Junianto mengungkapkan, bahwa saat ini sindikat narkotika sudah bersinergi. “Saat ini tidak adalagi kelompok Neger, Kelompok Taiwan, kelompok amrik dan kelompok hongkong atau China. Mereka sudah menyatu, sehingga dalam pengembangan kasus sudah samar.

"Jadi bukan hanya aparat penegak hukum saja yang bersinergi. Sindikat ini selalu selangkah lebih maju dari aparat,” ujar Junianto.

Junianto mengungkapkan, modus operandi sindikat narkotika selau berubah ubah. Dulu sabu-sabu berbentuk Kristal, tetapi saat ini sudah diciptakan berbentuk cairan, katanya.

Dia juga menjelaskan, daerah faforit penyelundupan narkotika dulu adalah dipesisir pantai timur Sumatra. Saat ini sudah bergeser ke perbatasan Dilli.

Saat ini upaya untuk menangkal masuknya narkotika yang dimiliki DJBC Unit K9 (Anjing Pelacak). K9 sudah terbukti keampuhannya melakcak keberadaan narkotika. Salah satu contoh penangkapan MV Sunrise Glory di batam. Tadinya penyelidikan dikapal sempat dikatakan tidak ada barang bukti, tetapi dengan hasil penciuman K9, akhirnya ditemukanlah sabu-sabu 1 ton 371,5 kg.

Menurut Junianto, ada upaya-upaya asing hendak melakukan pembodohan terhadap masyarakat Indonesia melalui peredaran narkotika Indonesia. Sehingga Indonesia ditargetkan market narkotika internasional.

Lebih jauh Junianto mengatakan harga sabu-sabu di china hanya Rp 20 ribu/kg dan di Malaysia Rp.300 ribu/kg, sementara di Indonesia harga sabu 1 kg 600-700 juta. (Olo/Tom)

Category: JakartaTags:
author
No Response

Comments are closed.