
Sidang gugatan pembatalan sertifikat di PTUN Jakarta. Limitnews.net/Martini
JAKARTA - Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta sepakati sidang Pemeriksaan Setempat (PS) pada Jumat, 5 Februari 2021 di Tempat Pemakaman Umun (TPU) Semper atau yang dikenal dengan TPU Budidharma, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara.
“Kita sepakati sidang PS setelah administrasi sudah lengkap. Ini perlu kita buat kesepakatan karena ada biaya untuk itu. Oleh karena itu kepada pihak yang mengajukan sidang PS supaya segera mengurus administrasinya kepada Panitera Pengganti,” kata Ketua Majelis Hakim Taufiq Perdana, SH dengan anggota Sutiyono, SH dan Dr. Nasrifal, SH yang didampingi PP M. Iqbal Aroza, SH.
Sidang tersebut adalah merupakan sidang terakhir kesempatan bagi para pihak untuk melengkapi bukti-bukti sembari menunggu kehadiran dari pihak tergugat I (BPN) Badan Pertanahan Nasional Kota Administrasi Jakarta Utara yang beberapa kali tidak hadir ke persidangan.
Namun sidang Senin, Perwakilan BPN hadir, dan menyatakan tidak akan menggunakan haknya untuk mengajukan saksi.
“Siap yang mulia, kami sudah cukup. Kami pun tidak mengajukan saksi, dan bukti yang kami ajukan sudah cukup,” ujar Andhika (Kasi Sengketa) BPN Kota Administrasi Jakarta Utara menjawab Majelis Hakim yang menanyakan jika sekiranya masih ada bukti yang mau ditambahkan atau saksi dari para pihak.
Para pihak menyatakan sudah cukup. “Jadi, setelah siding PS selanjutnya agenda sidang adalah kesimpulan. Jadi biar kita tahu skedulnya,” ujar Ketau Majelis menerangkan.
BACA JUGA: Mafia Tanah Diduga Manfaatkan PTSL, Hakim PTUN Dimohon Batalkan SHM Aspah Supriadi
Advokat Mangaraja Simanjuntak, SH yang didampingi rekannya Jimmy Simanjuntak, SH selaku Kuasa Hukum penggugat mengatakan bahwa sidang Pemeriksaan Setempat itu sangat penting buat hakim agar tergambarkan secara factual kondisi bidang tanah milik kliennya (Waluyo) yang sertifikat hak milik diterbitkan BPN Jakarta Utara atas nama Aspah Supriadi, tanpa sepengetahuannya.
“Coba bayangkan, bidang tanah yang sudah dibeli Waluyo sejak tahun 1990an dan dikuasai serta dibuat jadi tempat usaha cari nafkah sampai hari ini, tiba-tiba pada Januari 2020 terbit Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama Aspah Supriadi seluas 3470 M2, tanpa sepengetahuannya. Padahal Waluyo memilki bidang tanah itu diatas Akte Jual Beli berdasarkan surat Giriq C-307 dengan Luas 1760 M2. Jadi bidang tanah milik waluyo itu berada ditengah-tengah SHM atas nama Aspah Supriadi. Dan yang lebih aneh lagi, jalan umum pun disertifikatkan. Ini kan sudah aneh bin ajaib?,” ujar Raja mengungkapkan kejanggalan-kejanggalan terbitnya SHM atas nama Aspah Supriadi itu.
Yang lebih aneh lagi tambah Jimmy, penerbitan SHM atas nama Aspah Supriadi itu diajukan melalui Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yakni program pemerintah penerbitan sertifikat gratis bagi keluarga kurang mampu.
“Apakah memiliki luas tanah 3470 M2 di kota Jakarta masih dikatakan kurang mampu? Dari keterangan saksi Jarwanto (ahli waris) penjual tanah kepada Aspah Supriadi jelas bahwa aspah Supriadi adalah orang mampu atau orang kaya. Sebab Jarwanto mengatakan harga tanah dijual Rp100.0000.00,-/meter. Kok bisa pengurusan sertifikat gratis melalui PTSL? Ada apa dengan BPN?” ucap Jimmy penuh tanya.
Kepala Seksi (Kasi) Sengketa BPN Jakarta Utara Andhika mengatakan bahwa pengurusan sertifikat tanah dalam Peranturan menteri tidak ada pemetaan lokasi tanah pada wilayah propinsi.
“Target sesuai Permen tidak diatur mengenai luas. Targetnya adalah pendaftaran tanah pertama kali baik tanah negara maupun tanah masyarakat yang berasal dari giriq maupun verponding, mengenai luas tidak disinggung disitu,” ujar Andhika.
Ketika dipertanyakan terbitnya sertifikat diatas luas tanah 3470 m2 di DKI Jakarta melalui program PTSL, padahal program PTSL itu diperuntukkan bagi warga negara kurang mampu atau diperdesaan. Andhika tidak menampiknya. Dia mengamini bahwa program PTSL itu diprioritaskan bagi masyarakat perdesaan, tetapi kenyataannya sejauh ini terbit-terbit saja.
“Sejauh ini terbit-terbit saja karena tidak ada aturan apapun yang baku. Bahkan kita diperintahkan untuk mempermudah persyaratan, bahkan pajak saja terutang,” ujar Andhika.
Dia mengungkapkan bahwa yang menanda tangani sertipikat yang diajukan melalui PTSL itu adalah Ketua Panitia Ajudikasi, bukan kepala BPN. Kepala BPN hanya sebagai tugas control/pengawasan.
Perkara gugatan Nomor :183/G/2020/PTUN, Jakarta, Penggugat I (Waluyo) sampai dengan penggugat XI ( Suhartini) melawan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Administrasi Jakarta Utara dengan obyek sengketa Sertipikat Hak Milik (SHM) No. 0336/Kel. Semper Timur, Surat Ukur No. 01119/Semper Timur/2020 tanggal 01 Januari 2020, Luas: 1150 m2 diterbitkan Kantor BPN Kota Administrasi Jakarta Utara tertanggal 09 Januari 2020, tercatat atas nama Aspah Supriadi yang terletak di Kampung Rawa Malang RT/RW 005/010, Kel.Semper Timur, Kec.Cilincing, Jakarta Utara, selanjutnya disebut obyek sengkete 1:
Kemudian SHM No. 03368/Kel. Semper Timur, Luas: 499 m2 atas nama Aspah Supriadi alamat sama, selanjutnya disebut obyek sengketa 2. dan SHM No. 03389/Kel. Semper Timur, Luas: 1508 m2 atas nama Aspati Supriadi, selanjutnya disebut obyok sengketa 3., dan SHM No. 03370/ Kel. Sempor Timur, Luas: 500 m2, atas nama Aspah Supriadi, selanjutnya disebut obyek sengketa 4, terbit diatas bidang tanah Waluyo. Oleh karena terbitanya sertifikat itu, Waluyo melalui kuasa hukumnya mengajukan gugatan kr PTUN Jakarta untuk pembatalan sertifikat itu. (Tini)