Ironis, Perkara yang Sudah Incrach Didakwakan Kembali Oleh Jaksa Jakarta Utara







JPU Dyofa Yudhistira, SH mendakwa Herman Yusuf dengan Pasal 167 KUHP di PN Jakarta Utara. Limitnews.net/Herlyna

02/16/2022 08:13:38

JAKARTA - Ironis, perkara sudah pernah disidangkan dan sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (incrach), didakwakan kembali oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Utara, dan juga di pengadilan yang sama Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dyofa Yudhistira, SH dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Utara.

Peristiwa mendakwakan kembali perkara yang sudah berkekuatan hukum tetap itu terjadi dan disidangkan lagi di PN Jakarta Utara yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Agung Purbantoro, SH, MH dengan Hakim Anggota Boko, SH, MH  dan Lebanus Sinurat, SH, MH.

Terdakwa Herman Yusuf didakwaan dengan dakwaan tunggal Pasal 167 KUHP, memasuki objek rumah yang terletak di Perumahan Sunter Bisma 14 Blok C 13 No. 5, RT011/RW09, Kelurahan Papanggo, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara, oleh JPU Dyofa, SH di PN Jakarta Utara, Selasa (15/2/2022).

Agenda sidang adalah mendengarkan tanggapan JPU atas eksepsi (keberatan) Penasehat Hukum terdakwa  terhadap surat dakwaan JPU, yang mana eksepsi (keberatan) Penasehat Hukum terdakwa Aidi Johan, SH, MH., menyatakan bahwa surat dakwaan JPU:

1.Tidak jelasnya Surat dakwaan (obscure libel) karena tidak menyebutkan tempus dan locus delicti

2.Surat dakwaan tidak memenuhi syarat materiil (tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap)

3.Perkara sudah sudah pernah disidangkan dan sudah mempunyai kekuatan hokum yang tetap (Incrach) atau "nebis in idem".

Menurut JPU Dyofa, bahwa surat dakwaannya sudah benar, Bahwa dalam Putusan 1099, benar yang menjadi terdakwa adalah Herman Yusuf dengan locus/tempat terjadinya tindak pidana adalah Perumahan Sunter Bisma 14 Blok C13 No.5 RT 011 RW 009, Kelurahan Papanggo, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara, namun dalam perkara tersebut, tempus/waktu kejadian perkara terjadi pada sejak bulan Nopember 2008 atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam bulan Januari 2008 (putusan 1099 halaman 3 didalam kepala dakwaan pertama dan kedua).

Selanjutnya penasehat hukum telah keliru memahami tempus yang dituliskan dalam surat dakwaan Nomor Reg.Perk: PDM-247/Eku. 2/JKT-UTR/12/2021, yang mana dilihat dalam kepala dakwaan" yang dibunyikan sebagai berikut;  "Bahwa terdakwa HERMAN YUSUF pada hari Rabu tanggal 21 Februari 2018 atau setidak-tidaknya pada bulan Februari tahun 2018 bertempat.....” demikian tanggapan Dyofa tanpa menyebutkan tempat kejadian perkara (locus delicti).

“Dari penjelasaan singkat di atas telah jelas bahwa tempus antara dua peristiwa pidana yang dibandingkan tersebut tidak sama; Bahwa perkara yang sudah diputus sebagaimana Putusan 1099 tersebut, terdakwa Herman Yusuf didakwa melakukan tindak pidana dengan dakwaan alternatif yakni Kesatu Pasal 335 Ayat (1) KUHP atau Kedua Pasal 167 Ayat (1) KUHP. Sedangkan dalam surat dakwaan Nomor Reg.Perkara: PDM-247/Eku. 2/JKT-UTR/12/2021, terdakwa Herman Yusuf didakwa dengan dakwaan tunggal Pasal 167 Ayat (1) KUHP,” ujar Dyofa menanggapi keberatan (eksepsi) terdakwa.

Sementara rincian eksepsi (keberatan) penasehat hukum terdakwa Aidi Johan mengatakan bahwa perkara kliennya adalah nebis in idem. “Saat ini, Herman kembali disidangkan di PN Jakarta Utara, dengan dakwaan yang sama yakni, Pasal 167 KUHP dengan locus delicti yang sama yakni memasuki objek rumah yang terletak di Perumahan Sunter Bisma 14 Blok C 13 No. 5, RT011/RW09, Kelurahan Papanggo, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Sehingga dalam perkara ini dalil dalil dan asas nebis in idem sebagaimana dituangkan dalam Pasal 76 ayat (1) serta SEMA dapat dijadikan sebagai pertimbangan Majelis Hakim untuk membebaskan terdakwa Herman Yusuf dari dakwaan dan tuntutan hukum yang kedua ini,” jelas Aidi Johan.

Lebih jauh Eksepsi menyebutkan, berbagai pendapat dari pakar hukum tentang asas asas hukum pidana di Indonesia dan penerapan nebis in idem yang dituangkan dalam bukunya menyebutkan, nebis in idem atau disebut non bis in idem berarti tidak melakukan pemeriksaan untuk kedua kalinya mengenai tindakan yang sama.

“Tindakan yang sesuai dengan kenyataan, (terlepas dari unsur objektif dan subjektif), maka apabila pengkualifikasian tindakan itu sebagai delic salah satu dakwaan dan karenanya dibebaskan, maka tidak boleh lagi diajukan pemeriksaan untuk kedua kalinya, karena tindakannya yang itu itu saja, tertuang dalam buku SR. Sianturi SH halaman 430,” ujar Advokat Aidi Johan, SH.

Dia mengatakan bahwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) Diyofa melakukan pemeriksaan terhadap Herman Yusuf untuk yang kedua kalinya dan dilakukan penuntutan dalam perkara yang sama tidak dibenarkan oleh hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1), tentang asas nebis in idem yang sejalan dengan pendapat para pakar hukum.

“Apa yang dimohonkan terdakwa Herman Yusuf sejalan dengan UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 18 ayat (5), menyatakan, setiap orang tidak dapat dituntut yang kedua kalinya dalam perkara yang sama atau perbuatan yang telah memperoleh putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Atas dasar asas asas nebis in idem tersebut, sehingga Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini supaya menyatakan menerima eksepsi penasehat hukum terdakwa Herman Yusuf dan menyatakan berlaku asas nebis in idem serta surat dakwaan penuntut umum tidak dapat diterima serta, merehabilitasi harkat dan martabat nama baik Herman Yusuf seperti semula,” tandas Aidi Johan.

Dia memohon Majelis Hakim tegas mengadili dan memeriksa berkas perkara dengan melaksanakan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 3 Tahun 2002, TENTANG PENANGANAN PERKARA YANG BERKAITAN DENGAN AZAS NEBIS IN IDEM.

“Walaupun ada perbedaan locus dan tempus delic, namun terdapat pengulangan perkara dengan objek dan subjek yang sama dan telah diputus serta mempunyai kekuatan hukum tetap, sebagaimana yang didalilkan JPU, itu sudah bertentangan dengan azas nebis in idem,” ungkap Aidi Johan.

Menurutnya, kekuatan hukum tetap yang dimaksud, baik tingkat Judex sampai dengan tingkat Kasasi, baik dari lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama dan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN), maka dia dapat dikategorikan nebis in idem.

Herman Yusuf pada 2013 telah didakwa di PN Jakarta Utara dengan dakwaan Pasal 167 KUHP yang saat itu Majelis Hakim memutuskan Herman Yusuf telah terbukti melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan penuntut umum, akan tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana.

Putusan Majelis Hakim melepaskan Herman Yusuf dari segala tuntutan hukum (onslag van recht vervolging) dan putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap sesuai bukti salinan putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI).

 

Penulis: Herlyna

Category: JakartaTags:
author
No Response

Comments are closed.