
Advokat Gading Simanjuntak, SH dan Kevin Orlando, SH saat membacakan Pledoi, di PN Jakarta Selatan. Limitnews/Istimewa
09/08/2023 06:47:42
JAKARTA - Jaksa Penunut Umum (JPU) Yenita Sufniwati, SH, MH dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan dalam repliknya menyatakan tetap pada tuntutnnya menjawab pledoi terdakwa Olly Mamahit yang meminta dibebaskan dari segala tuntutan hukum. JPU mengatakan tetap pada tuntutan menjatuhkan pidana 6 bulan penjara karena telah terbukti bersalah sebagaimana dakwaan Pasal 167 KUHPidana.
“Memang Hak Guna Bangunan (HGB) hapus karena jangka waktunya berakhir. Dan SHGB Nomor 180 / Senayan atas nama Alm. Jerry Albert Sumedap telah berakhir sejak tahun 1995, tetapi masih tetap menjadi hak ahli waris (saksi Gilbert Joel Sumedap) karena belum ada yang mengajukan permohonan atas Bidang tanah tersebut. Oleh karena itu, kami (JPU) tetap pada tuntutan,” kata JPU Yenita Sufniwati dalam repliknya yang dibacakan, Kamis (24/8/2023), dua pekan lalu di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
BERITA TERKAIT: Jaksa Dinilai Ceroboh, Terdakwa Olly Mamahit Harus Dibebaskan Hakim
Replik JPU itu menjawab pledoi tedakwa Olly Mamahit yang meminta dibebaskan dari dakwaan dan tututan Jaksa Yunita Sufniwati yang menjatuhkan hukuman pidana 6 bulan penjara karena telah terbukti secara sah dan meyakinkan besalah melanggar Pasal 167 KUHPidana, “Barang siapa memaksa masuk ke dalam rumah, ruangan atau pekarangan tertutup yang dipakai orang lain dengan melawan hukum atau berada di situ dengan melawan hukum, dan atas permintaan yang berhak atau suruhannya tidak pergi dengan segera, diancam dengan pidana penjara paling lima sembilan bulan”.
Sementara itu menurut Penasehat Hukum (PH) terdakwa Olly Mamahit, AKBP (Purn) Paingot Sinambela, SH, MH berpendapat bahwa dakwaan dan tuntutan JPU itu justru bertolak belakang dengan fakta yang sebenarnya.
Pasalnya, terdakwa Olly Mamahit dan keluargannya telah tinggal dan menempati rumah tersebut sejak puluhan tahun silam (sejak tahun 1985) dan tidak pernah meninggalkan tempat dan rumah tersebut. Dan selama puluhan tahun itu pula Olly Mamahit selalu membayar PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) kepada pemerintah.
Advokat Paingot Sinambela mengakui bahwa terdakwa Olly Mamahit menempati bidang tanah dan rumah aquo berawal bahwa atas kesadaran sendiri serta tanpa paksaan Alm Jerry Albert Sumendap selaku pemilik tanah telah menginjinkan Alm Jootje M. Engka (Suami terdakwa Olly Mamahit) untuk tinggal menempati rumah kosong (karena ditinggal pemilik lama) yang terletak dahulu di Jln Darmawijaya Nomor 52 Kebayoran Baru Jakarta selatan, sejak tanggal, 1 Januari 1985, dan sejak tahun 1990 terdakwa sudah menetap tinggal dirumah Aquo sampai saat ini.
“Bayangkan, Sdr. Jaksa Penuntut umum dengan segala kekuasaannya melimpahkan berkas dan terdakwa ke persidangan dengan selembar foto copy SHGB yang sudah kadaluarsa. Kadaluarsa SHGB foto copy itu sejak tahun 1995, karena tidak diperpanjang. Seandainya pun SHGB berbentuk asli tetap saja sudah tidak berlaku, apalagi ini hanya sebuah foto copy,” kata Purnawirawan Polri itu dengan heran.
Sementara Advokan Jansen Simanjuntak mengungkapkan pendapat Ahli Bidang Pertanahan Dr. Ronsen Pasaribu, SH, MH. yang yang didengarkan keahliannya dalam persidangan menerangkan bahwa Sertifikat Hak Guna Bangunan mempunyai masa jangka waktu berlakunya, dan apabila masa berlaku nya berakhir, maka si Pemilik Sertifikat Hak Guna Bangunan berkewajiban untuk memperpanjang SHGB tersebut dan apabila Sertifikat Hak Guna Bangunan tersebut tidak diperpanjang, maka si Pemilik akan kehilangan hak nya dan tanah tersebut menjadi Milik Negara dan terhadap Tanah-tanah Milik Negera, sudah seharusnya menjadi TUGAS dan Tanggung Jawab Aparat Penegak Hukum Pemerintah seperti Polisi dan Jaksa serta Hakim untuk menjaga dan melindungi Tanah Milik Negara tersebut, bukan malah sebaliknya Aparat Penegak Hukum tersebut mengakui, mendukung dan membenarkan tindakan Warga Negara seperti Gilbert Joel Sumendap yang telah TERBUKTI SAH dengan sengaja LALAI dan BERSALAH dengan tidak memperpanjang Sertifikat Hak Guna Banguna (SHGB) kurang lebih selama 38 TAHUN, sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah dan Undang- Undang RI No. 5 tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang berlaku di Negara Republik Indonesia.
“Hak Guna Bangunan hapus karena jangka waktunya berakhir, dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi, dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir, dicabut untuk kepentingan umum, ditelantarkan. Jadi, SHGB itu sudah berakhir jangka waktunya maka si pemilik SHGB sudah hilang haknya,” tegas Jansen Simanjuntak.
Lebih tegas lagi advokat Gading Simanjutak dalam pledoinya mengatakan bahwa JPU melakukan kecerobohan.
“Ini kezaliman! Sementara dalam filsafat hukum pidana merupakan obyek materi yang senantiasa ada kaitannya denga filsafat moral dan sistem nilai. Tindakan Sdr Jaksa menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum,” tegas Gading yang didampingi Kevin Orlando, SH.
“Saudara saksi Gilbert Joel Sumedap tidak dapat memperlihatkan ASLI SHGB Nomor 180/Senayan tersebut. Dan selain tidak dapat memperlihatkan ASLI SHGB itu, SHGB tersebutpun telah berakhir masa berlakunya pada tahun 1995, yang artinya sampai dengan saat ini (+38 tahun) SHGB Nomor 180/Senayan sudah tidak berlaku dan atau bahwa tanah dan bangunan diatasnya telah kembali menjadi milik Negara sebagaimana diatur dalam Pasal 40 Undang-Undang RI No. 5 tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria mengatur bahwa Hak Guna Bangunan Hapus karena: a. Jangka waktu nya berakhir,” ungkap Gading menegaskan kecerobohan JPU dalam dakwaannya.
Lebihjauh advokat Kevin Orlando, SH menyampaikan bahwa alas hak kepemilikan adalah hukum perdata. Salah satu contoh: keabsahan kepemilikan sebidang tanah adalah sertifikat. Apakah itu Sertipikat HaK Guna Bangunan (SHGB), Sertipikat Hak Milik (SHM). Nah, jika hak kepemilikan sebidang tanah adalah SHGB, tentunya dalam sertifikat itu ada jangka waktu berapa lama masa berlakunya SHGB. Jika masa berlakunya SHGB sudah berakhir maka sebidang tanah tersebut kembali menjadi milik Negara, tetapi apa bila SHGBnya diperpanjang maka sebidang tanah tersebut dapat lagi dimanfaatkan.
Artinya, sebuah SHGB ibarat pemilik SHGB hanya penyewa. Jika tidak diperpanjang sewanya lagi maka yang disewa kembali kepemiliknya. Jadi, jika masa berlakunya SHGB sudah berakhir dengan sendirinya pemegang SHGB tidak berhak lagi memiliki atau menempati sebidang tanah tersebut.
Adapun Advokat Dr. Nelson Simanjutak menyampaikan keterangan yang disampaikan Ahli Pidana Dr. M. L. Panggabean, SH., M.Hum, yang dalam keterangannya dalam persidangan sebelumnya menyampaikan bahwa untuk menentukan apakah suatu perbuatan itu merupakan perbuatan Pidana, maka sangat perlu dilihat terlebih dahulu status hukum masing-masing Pihak yang berkepentingan sebagai Subjek Hukum, baik status hukum Pihak Pelapor / korban maupun Pihak yang dilaporkan pada saat terjadinya peristiwa tindak Pidana.
BACA JUGA: Anaknya Tewas di Badik, Daeng Baharuddin Minta Terdakwa Agung Prasetia Dihukum Maksimal
Sebagaimana yang disangkakan pasal 167 KUHP, maka secara keperdataan harus dipastikan dan dibuktikan dulu siapa sebenarnya Pemilik sah menurut Undang- undang atas tanah pekarangan tersebut, jika tanah pekarangan dimaksud adalah milik perseorangan dan atau milik Perusahan maka yang berhak menuntut adalah orang atau perusahaan dimaksud, namun jika tanah pekarangan dimaksud adalah tanah Milik Negara, maka yang menjadi subjek hukum sekaligus Pemilik yang sah adalah Negara sehingga Negara lah yang berhak menuntut dan melaporkan peristiwa Pidana tersebut, apalagi dalam peristiwa Pidana A quo tidak ditemukan adanya bukti, dimana Terdakwa telah memasuki Pekarangan milik orang lain dengan cara memaksa dan melawan hukum, mengingat Terdakwa sudah kurang lebih 38 tahun bertempat tinggal dan memasuki serta mendiami rumah dan tanah tersebut dan dengan seijin Almarhum Jarry Albert Sumendap (ayah Sdr. Gilbert Joel Sumendap).
“Adapun Terdakwa saat itu meminta Sdr. Gilbert Joel Sumendap memperlihatkan Asli Sertifikat Hak Guna Bangunan No. 180/ Senayan dan Surat Keterangan Ahli waris adalah semata-mata merupakan kehati hatian dari Terdakwa, takut dan khawatir dikemudian hari dituntut hukum oleh para Ahli waris yang lain,” pungkas Dr. Nelson Simanjuntak menyampaikan keterangan Ahli Hukum Pidana itu.
Penulis: Herlyna