
Advokat Muarakarta, SH, MH. Limitnews.net/Istimewa
JAKARTA - Negeri (Kejari) Kota Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng) diduga Kriminalisasi seorang Polisi Wanita ( Polwan ) IPTU (Inspektur Satu) Polisi di Polda Sulawesi Tengah dengan dakwaan Korupsi. Padahal si Polwan hanya menerima pembayaran ganti rugi tanah miliknya dari Pemda Kota Palu dalam pembebasan perluasan jalan umum.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) EJ, SH, MH, Der, SH, Mal, SH dan Sg mendakwa Iptu Ny.R dengan Pasal 2, Jo Pasal 3 UURI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi sebagaimana telah dirubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan st UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupti jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Dalam dakwaan itu JPU mengatakan Terdakwa Iptu Ny. R telah melakukan perbuatan melawan hukum memperkaya dirinya atau orang lain, Rp 2.465.903.000,00, bersama-sama saksi Ir. DGM, M.Si (dakwaan terpisah), serta saksi Drs. F.HL. M. Adm. KP (dakwaan terpisah) dari uang pembebasan lahan pelebaran jln. Anoa II, menuju Jembatan Palu V, APBD Tahun Anggaran (TA) 2017.
Menurut advokat Muara Karta, SH, MH dakwaan JPU tidak jelas atau kabur alias JPU telah mengkriminalisasi kliennya.
"Jaksa Penuntut mengkriminalisasi klien saya (Iptu Ny. R) karena dakwaan JPU tidak jelas apa yang dikorupsi dan dimana perbuatan melawan hukum yang dilakukan klien kami. Hal ini akan saya laporkan ke Jaksa agung dan Kapolri," ujar Advokat senior Muarakarta, SH, MH kepada wartawan, Kamis (29/7/2021).
Muarakarta mengatakan bahwa uang yang diterima Terdakwa Iptu Ny. R senilai Rp2,4 miliar dari Pemerintah Kota Administrasi Palu adalah uang pembayaran tanah warisan orang tua nya seluas 349 m2 pembayaran ganti rugi pelebaran Jln. Anoa II menuju Jln Jembatan Palu V. “Lalu dimana gratifikasi nya?" Ungkap Muarakarta yang juga Ketua Umum Persatuan Putra-putri Purnawirawan TNI-Polri itu.
Muarakarta mengatakan sudah siap akan bersurat kepada Kapolri & Kapolda Sulteng dan Kejagung & Jamwas Kejagung, terkait kriminalisasi ini.
"Banyak rumor yang saya dengar kalau didaerah itu penanganan kasus harus ditarget agar bisa menyerap anggaran. inilah yang dibilang kriminalisasi kasus. Dengan anggota Polri saja sudah berani demikian, bagaimana dengan rakyat biasa? Masyarakat awam yang buta hukum?," ungkap advokat Muarakarta.
Oleh karena itu dia bertekad membongkar habis praktek-praktek penegakkan hukum yang melanggar hukum.
Sesuai dakwaan JPU terdakwa Iptu Ny. R berkeinginan membebaskan keseluruhan luas tanah dan bangunan rumah miliknya di Jln. Anoa II Nomor 4 dibebaskan semua saat ada program pembebasan lahan pembangunan jalan di Jln. Anoa II menuju Jembatan Palu V. Bahwa pembayaran ganti rugi atas keseluruhan luas tanah dan bangunan milik terdakwa Ny. R tersebut tidak sesuai dengan Kesepakatan Pemerintah Kota Palu dengan warga Jln. Anoa II pada saat dilaksanakan sosialisasi yaitu tanah yang dibutuhkan untuk pelebaran jalan adalah 2 meter pada sisi kiri dan 2 meter pada sisi kanan Jalan Anoa II.
Kebutuhan dalam dokumen perencanaan teknis pembangunan jembatan Palu V yang dibuat oleh Dinas Pekerjaan Umum Kota Palu yang dijadikan acuan di dalam pelaksanaan kegiatan pembebasan tanah untuk kebutuhan pelebaran jalan di Jln. Anoa II menuju akses pembangunan Jembatan Palu V, yakni 2 meter pada sisi kiri dan 2 meter pada sisi kanan.
Peruntukan sebagaimana tercantum didalam Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran (PPA) Dinas Penataan Ruang dan Pertanahan Kota Palu tahun 2018 Nomor 1,03.02.012.01.5.2 tanggal 12 November 2018 diketahui bahwa anggaran untuk kegiatan Pembebasan Pembuatan Jembatan Lokasi di Jalan Anoa II untuk Jembatan Palu V (Lanjutan Tahun Anggaran 2017).
"Lalu kalau klien saya menerima pembayaran ganti rugi tanahnya yang bersertifikat atas namanya dari pemerintah, dimana salahnya? JPU ngaur," tegas Muarakarta.
Penulis: Tomson