
Ilustrasi. Limitnews.net/Istimewa
05/01/2023 12:22:58
JAKARTA - Monitoring Saber Pungli Indonesia (MSPI) menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lamban dalam mengusut kasus dugaan korupsi Waduk di masa pemerintahan Gubernur DKI Jakarta Anis Baswedan.
Padahal bukti-bukti dugaan korupsi pembangunan peningkatan Waduk di tiga lokasi di dua wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Utara itu sudah cukup konkrit atau lengkap diserahkan ke KPK, setelah penyerahan RAB dan gambar proyek serta kondisi akhir proyek hingga Maret 2023 yang belum selesai, padahal proyek tersebut sudah dianggarkan sejak tahun anggaran 2019, sebelum pandemi Covid-19.
"Kamis tanggal 27 April 2023, kita sudah konfirmasi ke KPK terkait tindaklanjut laporan MSPI pasca penyerahan bukti tambahan (Rencana Anggaran Biaya proyek, gambar proyek) sesuai dengan kontrak yang ditandatangani tahun anggaran 2019. Katanya sudah turun dari direktur, tetapi apa rekomendasi dari direktur tidak dijelaskan Ibu Regina selaku Dumasan KPK yang menerima kita," ujar Direktur Hubungan Antar Kelembagaan (Dirhubag) MSPI, Thomson Gultom, kepada wartawan, Senin (1/5/2023).
BERITA TERKAIT: MSPI Serahkan RAB ke KPK, Dugaan Korupsi Proyek Waduk di Dinas SDA DKI Naik Kepenyelidikan
Thomson mengatakan, KPK memberitahukan posisi laporan setelah ditelaah tim telaah sudah dinaikkan ke Direktur. Dan Surat dari Direktur sudah turun lagi ke tim telaah.
"Menurut ibu Regina bahwa pihak KPK akan menghubungi kita by phone. Tapi sampai sekarang kita belum dihubungi pihak KPK," ungkap Thomson menyampaikan jawaban Dumas KPK.
Thomson Gultom menyampaikan bahwa paska penyerahan Rencana Anggaran Biaya (RAB), Gambar proyek pembangunan Waduk di Tiga Lokasi di Dinas Sumber Daya Air (SDA) Pemprov DKI Jakarta, KPK seharusnya sudah melakukan penyelidikan/penyidikan karena dugaan korupsi nya sudah dijelaskan Monitoring Saber Pungli Indonesia baik melalui surat maupun melalui hasil wawancara beberapa kali di Dumasan KPK.
“RAB itu merupakan bukti tambahan laporan pengaduan MSPI kepada KPK yang selama ini diminta KPK. Selama ini katanya KPK belum dapat bergerak untuk melakukan penyelidikan/penyidikan secara terbuka terhadap dugaan korupsi Proyek karena belum ada RAB," jelas Thomson.
Menurut Thomson, Peningkatan Waduk Sunter Selatan Sisi Timur, Jakarta Utara, Waduk Kampung Rambutan, Jakarta Timur, dan Waduk Cimanggis Jakarta Timur yang dikerjakan PT. Mardagul pada tahun Anggaran 2019 dan yang dilanjutkan oleh PT. Masa Metonia Abadi (MNA), Tahun Anggaran 2021, dan Tahun Anggaran 2022, sampai saat ini belum selesai dikerjakan.
Thomson menuding Kepala Dinas SDA DKI Jakarta dan PT. MMA tidak profesional dalam mengerjakan proyek Waduk tersebut, sebab sampai saat ini pekerjaan masih terus berlangsung di Waduk Kampung Rambutan dan Waduk Cimanggis.
"Hasil wancara dari pekerja dilapangan bahwa pekerjaan pembangunan di tiga lokasi sejak tahun 2019 adalah pelaksana yang sama meskipun berganti nama Perusahaan dari PT. Mardagul 2019, dan lalu ke PT MMA tahun 2021 dan 2022 adalah juga pelaksana yang sama. Jadi dalam hal ini sangat jelas adanya dugaan KKN antara pelaksana dengan pengguna anggaran," tegas Thomson.
Menurut Thomson laporan ke KPK sudah dikirimkan sejak 2020, tetapi laporan tersebut belum ditindaklanjuti KPK karena menurut KPK masih belum cukup bukti.
"Tetapi saat ini sudahlah komplit bahan laporan kita. Ada bukti kegiatan berjalan selama 3 tahun berjalan yang sudah dilengkapi dengan RAB. Kalau ini belum bisa dibuktikan KPK, maka akan menjadi pertanyaan besar: adapanya?," tegas Thomson.
BERITA TERKAIT: MSPI Serahkan RAB Bukti Tambahan Dugaan Korupsi Proyek Waduk SDA DKI ke KPK
Thomson Gultom menduga bahwa PT MMA mendapatkan sejumlah kegiatan dari Pemprov DKI Jakarta khususnya dari Dinas SDA yang mana yang didapatkan itu telah melampaui kemampuan finansial perusahaan, sehingga pekerjaan tersendat-sendat karena kekurangan material yang dibutuhkan.
"Sesuai dengan hasil investigasi yang kita lakukan dilapangan bahwa progres pekerjaan tidak jelas. Time skedul mingguan bulanan tidak jelas," ungkap Thomson.
Ketika proses laporan ini dikonfirmasi ke Humas KPK, Ali Fikri mengatakan yang boleh menanyakan itu adalah pelapor.
"Dalam hal ini silahkan pelapornya yang bertanya," ujar Ali Fikri ketika dikonfirmasi lewat WhatsApp.
Penulis: Herlyna