
Dirhubag MSPI Thomson Gultom bersama Staf Kompolnas Opis saat konfirmasi, Kamis (6/10/2023). Limitnews/Herlyna
10/06/2023 11:48:11
JAKARTA - Kompolnas sebagai pembantu Presiden dalam menetapkan arah kebijakan Polri diminta melakukan tupoksinya yang diatur dalam Pasal 2 (1) Kompolnas merupakan lembaga non struktural, yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya berpedoman pada prinsip tata pemerintahan yang baik.
Fungsi sebagaimana dalam Pasal 3 (1) Kompolnas melak sanakan fungsi pengawasan fungsional terhadap kinerja Polri untuk menjamin profesionalisme dan kemandirian Polri. (2) Pelaksanaan fungsi pengawasan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kegiatan pemantauan dan penilaian terhadap kinerja dan integritas anggota dan pejabat Polri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Kita sudah membantu Kompolnas memberikan informasi terkait dugaan ketidak profesionalan anggota Polri (Unut IV Subditumum Polda Metro Jaya) sejak tanggal 13 September 2023, namun sampai saat ini belum ada tanggapan. Monitoring Saber Pungli Indonesia (MSPI) sudah mengirimkan surat Nomor :047/Lapdu/MSPI/VIII/2023, Jkt, tanggal 28 Agustus 2023 melaporkan penyidik Ditkrimum Polda Metro Jaya, terkait dugaan dilepaskannya tiga tersangka Pembunuhan Berencana terhadap Alm Herdi Sibolga als Acuan yang dibunuh dengan menggunakan Senpi di Daerah Teluk Gong Jakarta Utara tahun 2018,” uncap Direktur Hubungan Antar Kelembagaan (Dirhubag) MSPI Thomson Gultom, kepada awak media, Jumat (6/10/2023).
BACA JUGA: Setelah 5 Tahun, Polda Metro Jaya Buka Kembali Laporan Suhari Terhadap Tersangka Budi
Hal itu disampaikannya setelah melakukan konfirmasi ke Kompolnas, Kamis, kemarin dan belum ada jawaban.
“Kemarin kita sudah konfirmasi ke Kompolnas, belum ada tanggapan. Menurut pegawai disana (Pak Opis) surat masih di Komisioner. Padahal sepekan lalu ketika kita konfirmasi juga katanya masih di Komisioner. Padahal SOPnya dalam satu minggu setiap surat sudah mendapatkan tanggapan,” ujar Thomson berharap Kompolnas segera angkat bicara terkait perlakuan penyidik Polda Metro Jaya itu.
Tiga orang tersangka itu masing-masing Jonson (36), Purwanto alias Ompong (32), dan Sumaryadi als Yadi (41) adalah dari tujuh tersangka yang ditangkap anggota Penyidik Unit IV Subditumum Ditreskrimum Polda Metro Jaya, diduga dilepaskan setelah dilakukan penahana mulai tanggal 24 Juli 2018 dan dilepaskan dari tahanan tanggal 31 Agustus 2018.
Adapun awalnya ketiga tersangka itu dilepaskan dari tahanan Polda Metro Jaya dengan alasan penangguhan penahanan atas permohonan keluarga. Namun untuk proses hukum selanjutnya, yakni berkas dan tersangkanya tidaklah lagi dilimpahkan ke Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta, hingga sampai empat tersangka lainnya masing-masing Handoko alias Alex (actor intelektual), AHamad Sunandar alias Nandar (eksekutor), telah divonis seumur hidup dan sudah berkekuatan hukum tetap dan tersangka Marno (TNI-Al aktif), Suwondo Giri als Wondo (TNI-AL aktif), sudah dijatuhi hukuman oleh di Pengadilan Militer dan juga sudah berkekuatan hukum tetap.
Melihat dan memperhatikan adanya keanehan dan keganjilan dalam proses hukum terhadap Jonson Cs itu, MSPI selaku fungsi social control melaporkan peristiwa itu ke Kompolnas selaku pembantu Presiden.
Selain ke Kompolnas, MSPI juga melaporkan peristiwa itu ke Kapolri, Waka Polri, Irwasum dan Kadiv Propam Polri.
"Iya, untuk keadilan, MSPI melaporkan Pimpinan dan penyidik Polda Metro Jaya itu Ketua Kompolnas. Sebelumnya juga sudah kita laporkan ke Kapolri, ke Waka Polri, Irwasum Polri, dan ke Kadiv Propam Polri," tegas Thomson Gultom.
Thomson mengatakan agar penyidik pertanggungjawaban atas tidak dilimpahkannya berkas dan tersangka Jonson, Sumaryadi dan Purwanto ke Kejati DKI Jakarta.
“Sudah tiga kali MSPI mengirimkan surat konfirmasi kepada Kapolda Metro Jaya yang mempertanyakan dasar hukum tidak dilimpahkan/dilepaskannya tiga tersangka tersebut diatas. Baru pertama kali kejadian didunia ini berkas dan tersangkanya kasus pembunuhan berencana tidak dilimpahkan ke Jaksa Penunutut. Bila kita amati, penonton orang main judi (kasus 303) saja seringkali dijerat pasal 303. Ini kasus pembunuhan berencana yang sudah tersangka dan sudah ditahan selama satu bulan lebih di RUTAN Polda Metro Jaya tetapi berkas dan tersangkanya tidak dilimpahkan kepada Jaksa Kejati DKI Jakarta," ungkap Thomson mengungkapkan kejahatan yang dilakukan pihak Polda Metro Jaya yang bersikukuh mengatakan bahwa sudah melimpahkan berkas dan tersangkanya.
“Ada tujuh orang tersangka yang tetapkan penyidik Unit IV Subditumum Ditkrimum PMJ yang dijerat dengan Pasal 340, KUHP, Subsider 338 KUHP, Jo Pasal 55, dan 56, KUHP karena telah melakukan pembunuhan berencana sencara bersama-sama terhadap alm Herdi Sibolga als Acuan di Jl Fajar, Telug Gong, Kec Penjaringan, Jakarta Utara, pada Tgl. 20 Juli 2018 silam. Adapun motif pembunuhan berencana itu adalah sakit hati dalam persaingan bisnis,” ujar Thomson.
Lebih jauh Thomson mencurigai tidak dilimpahkannya Tersangka Jonson, tersangaka Sumaryadi dan tersangka Purwanto ke Jaksa Penunutut merupakan scenario dari Tersangka Handoko als Alex guna menyelamatkan bisnisnya yakni niaga BBM Solar di Pantai Utara Jakarta.
Karena komitmen Handoko als Alex kepada Ahmad Sunandar als Nandar akan menanggung segala resiko yang terjadi dalam pembunuhan berencana terdap Alm Herdi Sibolga als Acuan. Pernyataan Handoko als Alex itu terungkap dalam persidangan dan yang tertuang dalam Putusan Nomor: 1243/Pid.B/2018/PN.Jkt.Utr.
BACA JUGA: MSPI Laporkan Polda Metro Jaya ke Presiden RI Terkait Kasus Pembunuhan Berencana
Dalam kasus pembunuhan berencana itu orang pertama yang ditangkap Subdidumum Ditkrimum Polda Metro Jaya adalah tersangka Jonson. Dan dalam Berkas perkara Berita Acara Pemeriksaan (BAP) pembunuhan berencana alm Herdi Sibolga als Acuan itu adalah nama Jonson. Bahkan dalam Putusan Nomor: 1243/Pid.B/2018/PN.Jkt.Utr. itu nama Jonson lebih kuran 27 kali disebutkan: “Saksi Jonson”.
“Sesuatu yang sangat luar biasa jika disebutkan Saksi, tetapi faktanya tidak pernah dihadirkan dalam persidangan untuk didengarkan kesaksiaannya. Aneh bin azaib juga jika Jaksa Penunut Umum, Majelis Hakim dipersidangan tidak memahami arti seorang saksi. Apalagi dalam setiap adegan saksi itu selalu ada dan disebutkan,” ujar Thomson Gultom mengungkapkan keheranannya tentang pentingnya saksi dihadirkan kepersidangan guna membuat terangbenderang suatu perkara.
Penulis: Herlyna