Jakarta – Tim Kuasa Hukum Praperadilan penangkapan Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Komura Kalimantan Timur, Apolos, SH dari LAW Firm RMA mengatakan, penangkapan dan penyitaan uang Rp 6,1 miliar yang dilakukan aparat dari brankas koperasi bukanlah Operasi Tangkap Tangan (OTT) Tim Saber Pungli, melainkan tindakan diluar hukum.
Hal itu dikatakan kepada jurnalis usai sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jl. Bungur, Jakarta Pusat, Rabu (10/5) malam. Apolos menjelaskan, jika ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan koperasi seharusnya ada surat perintah penyelidikan (Sprinlid) dan ada surat perintah penyidikan (Sprindik). Sprinlid dan sprindik keluar bersamaan dipertanyakan?
“Tadi mereka (saksi penyidik) dalam persidangan membantah bahwa penangkapan itu OTT. Jadi hal ini berbeda dengan pernyataan Presiden RI Joko Widodo, yang menyatakan bahwa Saber Pungli telah bekerja dan kali ini merupakan hasil terbesar sejak Saber Pungli didirikan. Sehingga kita bertanya, siapa yang bekerja,” kata Apolos.
Apolos menjelaskan, TKBM Komura Samarinda, Kalimantan Timur tidak ada melakukan pungli. Uang yang baru diambil dari bang Rp 3 miliar adalah untuk persiapan gajian, sehubungan hari berikutnya hari libur sehingga hari itu dicairkanlah uang dari bank untuk persiapan bayar gaji tenaga kerja dan karyawan.
"Ada uang diambil. Kebetulan habis mencairkan dana di bank. Ini kalau dibilang, uang suap, itu belum masuk wilayah itu. Tahu-tahu langsung ada penggerebekan, tanpa bertanya. Yang mau gajian juga diambil. Itu ada yang persiapan gaji yang sudah kerja, yang sedang lewat, dan hari ke depan," ujar Apolos.
Apolos yakin bahwa Ketua Koperasi Komura, Jaffar Abdul Gafar tidak melakukan pungli. Menurutnya, semua pembayaran adalah hasil kesepakatan bersama.
"Tarif bongkar muat yang diterapkan sudah sesuai dengan Ongkos Pelabuhan Pemuatan (OPP) dan Ongkos Pelabuhan Tujuan (OPT). Juga sesuai dengan kesepakatan pengguna jasa. Hal tersebut sudah sesuai dengan peraturan menteri," katanya.
Sebelumnya, Gafar menjelaskan, pengguna jasa yang menggunakan TKBM menyepakati harga di depan. Setelah disepakati, kemudian pengguna jasa mesti membayar uang muka dulu 30 persen.
"Membuat kesepakatan, bahwa seluruh yang mau order. Sebelum kerja, harus bayar dulu 30 persen. Ada di dalam kesepakatan. Jadi kalau berangkat kerja, harus bayar. Itu kesepakatan dengan pemohon. Itulah yang dianggap sebagai OTT. Karena dia mengambil panjar langsung," jelasnya.
Gafar pun menceritakan mendirikan Komura dari 1985, lima tahun kemudian diganti dengan koperasi.
"Tiga puluh tahun menjalankan. Prestasinya, secara nasional 2007 di Bali mendapat koperasi terbaik di Indonesia. 2012 mendapat lencana di Palangkaraya dari Presiden SBY. 2015 mendapat lencana dari Presiden Jokowi," terangnya.
sebelumnya diberitakan, Tim Saber Pungli melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terkait dengan pungli di Koperasi TKBM Komura dan PDIB di terminal peti kemas di Pelabuhan Palaran, Samarinda, Kalimantan Timur. Di lokasi tersebut, polisi mengamankan 13 orang.
Tim yang dipimpin Kombes (Pol) Hengki Haryadi dan Kombes Adi Deriyan itu menyita uang tunai senilai Rp 6,1 miliar. Barang bukti tersebut diduga hasil pungli yang selama ini dilakukan selama bertahun-tahun di lokasi. (TOM)