Bocorkan Nama Pj Gubernur, Ngabalin Lampaui Kewenangan Mendahului Presiden







Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan, Ali Mochtar Ngabalin (kiri), Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas) Sutrisno Pangaribuan (kanan). Limitnews/Istimewa

09/02/2023 12:42:02

MEDAN – Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas) Sutrisno Pangaribuan sayangkan pernyataan Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan, Ali Mochtar Ngabalin (Ngabalin) yang mendahului Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait hasil sidang Tim Penilai Akhir (TPA).

Ironisnya, pernyataan Ngabalin dijadikan rujukan tunggal oleh sejumlah media dalam memberitakan nama-nama Penjabat Gubernur (Pj). Meskipun belum ditetapkan dalam Keputusan Presiden (Keppres), nama-nama yang beredar tersebut telah dibahas dan diberi ucapan selamat oleh berbagai pihak.

“Sangat kita sesalkan pernyataan Ngabalin yang bukan anggota TPA, dan bukan juru bicara TPA menyampaikan hasil sidang TPA yang seharusnya tertutup kepada publik. Ngabalin mendahului Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang disebut memimpin rapat TPA saat itu. Posisi dan jabatan Ngabalin, bukan pembantu Presiden Jokowi, tetapi pembantu Moeldoko. Maka pernyataan Ngabalin selain mendahului Jokowi, juga tidak menghargai Moeldoko sebagai pimpinannya. Tindakan Ngabalin melampaui kewewenangannya, sebagai pembantu Moeldoko yang merupakan anak buah dan pembantu Presiden Jokowi,” kata Presidium Kornas Sutrisno Pangaribuan melalui rilisnya, Sabtu (2/9/2023).

BERITA TERKAIT: Presidium Kornas: 10 Nama Penjabat Gubernur yang Beredar, Prematur!

Menurut Sutrisno Pangaribuan, penetapan Penjabat Gubernur akhirnya memunculkan spekulasi dan polemik karena Ngabalin membocorkan hasil sidang TPA yang bersifat rahasia dan tertutup. Padahal hasil sidang TPA sendiri bukan satu-satunya dasar memutuskan dan menetapkan Penjabat Gubernur. Presiden sebagai Kepala Negara, Kepala Pemerintahan, dan Panglima Tertinggi TNI dapat merubah hasil sidang TPA, atau mengabaikan hasil sidang TPA demi kepentingan bangsa dan negara. Pejabat Gubernur dapat diputuskan dan ditetapkan sendiri oleh Presiden tanpa sidang TPA.

“Presiden Jokowi dapat mengangkat nama-nama calon yang tidak ada dalam usulan dan proses melalui DPRD, kementerian/lembaga, dan tanpa profiling Kemendagri. Proses sidang TPA adalah proses normal dan formal, sedang keputusan akhir ada pada pilihan dan keputusan objektif dan subjektif Presiden Jokowi. Maka sangat mungkin hasil sidang TPA yang dibocorkan Ngabalin ke publik berbeda dengan yang akan diputuskan dan ditetapkan Presiden Jokowi, dituangkan dalam Keppres,” tegas pria lulusan Universitas Sumatera Utara (USU) itu.

Bahkan ungkap Sutrisno, namun nama-nama yang dibocorkan Ngabalin dipastikan sebagian tidak memenuhi syarat sebagai Penjabat Gubernur. Salah satunya adalah Mayor Jenderal TNI Hasanuddin, yang dalam berbagai berita disebut Purnawirawan.

“Maka purnawiran tidak dapat diangkat sebagai Penjabat Gubernur, kecuali yang bersangkutan sebelum purnawirawan dari TNI telah melalui alih status dari aparat TNI menjadi aparatur sipil negara (ASN). Dan yang bersangkutan saat dipilih dan diangkat sebagai Penjabat Gubernur sedang menduduki jabatan pimpinan tinggi madya (JPT Madya) melalui hasil seleksi terbuka (lelang jabatan),” ungkap Sutrisno.

Perhatian Khusus Untuk Papua

Sutrisno Pengaribuan juga berpesan agar Presiden Jokowi harus hati-hati dalam memutuskan dan menetapkan Penjabat Gubernur Papua. Dinamika politik pasca Lukas Enembe harus dikelola dengan baik. Masyarakat Papua pasti menginkan Penjabat Gubernur Papua itu adalah Orang Asli Papua (OAP). Maka penunjukan Penjabat Gubernur di Papua itu tidak boleh hanya menggunakan mekanisme TPA tunggal. Presiden Jokowi diminta untuk tidak hanya menggunakan mekanisme formal dalam memutuskan Penjabat Gubernur Papua.

“Sebagai induk dan puncak dari semua dinamika politik, maka Provinsi Papua harus ditangani dengan pendekatan khusus. Maka kekhususan penanganan Papua harus menjadikan OAP sebagai syarat utama dan pertama (mutlak) dalam penentuan Penjabat Gubernur. Saat ini OAP yang menduduki JPT Madya dan masuk dalam nominasi calon Penjabat Gubernur Papua adalah Amzal Yoel (JPT Madya di Kementerian Agama RI) dan Anthonius Ayorbaba (JPT Madya Kementerian Hukum dan HAM RI). Kedua nama tersebut, selain OAP, pasti memiliki kemampuan dalam memimpin Papua menghadapi Pemilu 2024 hingga Pilkada Serentak 2024,” imbuh mantan Anggota DPRD Sumut tersebut.

“Kornas akan terus mengawal proses demokrasi demi terwujudnya supremasi sipil sebagai salah satu tuntutan Reformasi 1998. Kornas akan tetap konsisten memperjuangkan tuntutan reformasi untuk mencabut seluruh bentuk dwifungsi TNI dan Polri meski sebagian besar aktivis 1998 saat ini hanya sibuk dalam aksi berebut remah-remah kekuasaan,” kata Sutrisno Pangaribuan mengakhiri.  

BACA JUGA: Sutrisno Pangaribuan Kritisi Pernyataan Aswan Jaya Terkait Pilgubsu 2024

 

 

 

 

 

Penulis: Olo

Category: NASIONAL, SUMUTTags:
author
No Response

Comments are closed.