
Dirhubag MSPI, Thomson Gultom setelah konfirmasi ke Dumas KPK, Rabu (8/11/2023). Tiang pancang patah dipasang pada Waduk Sunter. Limitnews/Herlyna
11/09/2023 11:38:06
JAKARTA - Direktur Hubungan Antar Kelembagaan (Dirhubag) Monitoring Saber Pungli Indonesia (MSPI) menuding KPK RI tidak serius mendalami dugaan korupsi pembangunan Waduk Sunter Selatan Sisis Timur di era Gubernur Anies Baswedan. Padahal hasil audit investigasi dugaan korupsinya sudah diserahkan ke KPK pada 24 Oktober 2023.
“Sampai saat ini belum ada panggilan dari KPK untuk melakukan klarifikasi kepada MSPI terkait hasil audit investiga yang dilakukan tim MSPI yang sudah diserahkan ke KPK. Sudah dua kali saya konfirmasi ke KPK sejak penyerahan hasil audit investigasi tanggal 24 Oktober bulan lalu. Tanggal 31 Oktober yang pertama, dan tanggal 8 November, kemarin yang kedua,” tegas Dirhubag MSPI, Thomson Gultom kepada wartawan, Kamis (9/11/2023).
BERITA TERKAIT: MSPI Serahkan Hasil Audit Kerugian Negara Proyek Waduk Sunter ke KPK
Menurut Thomson, tidak adalagi alasan KPK tidak menindaklanjuti laporannya. Pasalnya, dugaan kerugiaan negara dari proyek Peningkatan Waduk Sunter Selatan sisi Timur itu sudah cukup bersar. Diduga mencapai puluhan miliar dari pengadaan dan pemancangan SHEET PILE.
“Melalui surat Nomor : 057/Lapdu-Tambahan/MSPI/X/2023/Jkt, Tgl, 24 Oktober 2023, MSPI menyerahkan hasil Audit investigasi internal MSPI adanya temuan dugaan Kerugian Keuangan Negara pada Proyek Pembangunan dan Peningkatan Sarana/prasarana Waduk Sunter Selatan sisi Timur, Tahun Anggaran 2019, itu. Jadi, dugaan kerugian sudah melebihi lima miliar rupiah sehingga tidak ada lagi alasan bahwa kerugian yang dilaporkan belum mencapai satu miliar rupiah,” ungkap Thomson.
Menurut bagian Dumas KPK, Eka, kata Dirhubag MSPI, Thomson Gultom bahwa berkas tambahan hasil audit investigasi Tim MSPI yang sudah diterima KPK sudah ditangani tim Analisa KPK.
“Mungkin setelah tim Analisa mendapat kesimpulan dari berkas tambahan, nanti MSPI akan dihubungi tim (Nanda Amalia Cs) selaku penganalisa. Dari catatan yang ada disini (KPK) berkas tambahan masih dalam Analisa,” ujar Thomson Gultom menyampaikan pernyataan bagian Dumas KPK, Eka yang ditemuinya di KPK, Rabu (8/11/2023).
Lebih jauh Thomson mengungkapkan bahwa temuan dugaan kerugiuan negara bersumber dari dari pengadaan/pemancangan. Pengadaan Sheet Pile CCSP W 450 B 1000, dengan volume 20.400 meter dengan Panjang 1700 meter.
“Hasil audit investigasi tim MSPI terkait kerugian keuangan negera dari pengadaan Sheet Pile ada kekurangan 690 m dari volume 1700 Sheet Pile. Jika dirupiahkan mencapai lebih dari 6,9 miliar. Ini baru hitungan pengadaannya, belum termasuk biaya pemancangan dan mobilisasi alat berat dan ponton untuk pemancangan,” ungkap Thomson.
Dia menilai bahwa selama ini KPK tidak melakukan penyidikan terhadap laporannya karena nilai kerugian negara masih dibawah standart kewenangan penyidikan KPK, karena nilai kerugian dibawah 1 miliar.
“Kita melaporkan Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta selaku Pengguna Anggaran (PA), KPA, dan PPK dari pemprov DKI dan PT. Fujitama (Konsultan Pengawas), PT. Sinar Mardagul KSO PT. Jaya Beton Indonesia (Pelaksana) dalam Pembangunan dan Peningkatan Kontruksi Waduk Sunter Selatan Sisi Timur, Tahun Anggaran 2019, yang mana nilai Kontrak Rp.45.802.024.403.00,” jelas Thomson.
BACA JUGA: MAKI Ungkap Foto Firli Bahuri Bertemu Alex Tirta Saat Acara Syukuran Diangkat Jadi Kabaharkam
Apa yang dilalukannya, kata Thomson adalah fungsi sosial kontrol dalam rangka pelaksanaan cita-cita bangsa dan mewujudkan tujuan negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, membangun aparatur sipil negara yang memiliki integritas, profesional, netral dan bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
“Kita menduga adanya kolusi, korupsi dan nepotisme dalam membuat bobot realisasi pekerjaan sehinĝa seolah-olah pekerjaan sudah selesai dikerjakan 100 persen, sehingga pencairan anggaran bisa dilakukan 100 % padahal faktanya realisasi pekerjaan masih jauh dari volume kontrak. Dan kita juga menduga BPK terlibat! Karena hasil laporan auditnya BPK mengatakan pekerjaan sudah selesai 100 persen per 6 Februari 2020, dan pencairan anggaran dicairkan 100 persen per 6 February 2020 dengan nilai pencairan 40, 5 miliar, dari hasil tambah kurang pekerjaan dan ditambah denda 1/mil x 50 hari,” tandas Thomson.
Penulis: Herlyma/Demson